Sabtu, 13 Desember 2008

Sistem operasi Linux memang jarang membutuhkan proses restart, namun jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan prosesnya akan sangat lama. Untungnya, ada beberapa cara di bawah ini yang dapat mempercepat kinerja Linux di computer.


1. Disable aplikasi yang tidak diperlukan
Dalam penggunaan computer, pasti ada beberapa aplikasi yang tidak atau jarang digunakan. Sebagai contoh, jika Anda hanya menggunakan Linux untuk desktop, maka Anda tidak membutuhkan send email, httpd, dan layanan aplikasi lainnya. Atau jika server Anda hanya sebagai web server, Anda dapat mematikan banyak layanan lainnya yang tidak dipakai. Untuk melakukan hal ini, Anda dapat menuju menu “Administration” dan melihat antrian layanan. Anda dapat “deselect all” layanan yang tidak Anda pakai.

2. Disable modul kernel yang tidak dipakai
Jika desktop Anda memiliki kabel Ethernet, Anda tidak memerlukan modul kernel wireless. Cara mengetahui kernel yang digunakan di computer Anda, adalah dengan menginstal Bootchart, yang sekaligus akan memberikan informasi semua kejadian dalam system booting computer. Atau Anda dapat masuk ke fitur “command” dan menuliskan “chkconfig –list | grep 3” untuk mengetahui layanan apa yang sedang berjalan. Jika Anda sudah tahu module kernel yang sedang berjalan, maka Anda dapat mematikannya dan kemudian meng-compile kernel yang sesuai dengan arsitektur computer Anda.

3. Window manager yang ringan selain Gnome atau KDE
Dengan window manager yang lebih kecil, maka akan mengurangi waktu booting grafis pada layar. Ketika menggunakan Gnome atau KDE maka Anda perlu waktu booting 30 hingga 60 detik, namun dengan window manager Enlightenment atau desktop environment Xfce hanya membutuhkan waktu sekitar 10 detik. Tidak hanya menghemat waktu, namun Enlightenment ataupun Xfce juga akan menghemat uang Anda dan menghindarkan Anda dari ‘bloatware’.

4. Login text-based daripada login dengan gambar
Kebanyakan Linux, terutama yang berjalan di level 3 akan berhenti di login text-based. Semenetara bila login dengan gambar, akan menambah waktu waktu loading Linux.

5. Distro yang ringan
Distro Gentoo, Arch atau Puppy Linux, merupakan distro kecil yang lebih cepat proses booting-nya daripada Fedora ataupun Ubuntu. Walaupun Ubuntu versi terbaru lebih cepat daripada Fedora.

6. OpenBIOS
Jika Anda ingin meng-upgrade PC Anda, Anda mungkin harus mempertimbangkan untuk migrasi ke open source BIOS. Jika Anda tidak ingin menggunakan openBIOS, maka Anda dapat mengkonfigurasi BIOS tidak untuk mencari floopy disk yang memang tidak terpasang di computer atau booting pertama kali akan langsung dari harddisk, bukan CD.

7. Mematikan DHCP
Jika Anda bekerja di jaringan yang kecil, yang tidak memiliki masalah dengan pengalamatan IP, maka Anda dapat menjadikannya alamat IP yang statis. Hal ini akan mencegah DHCP server untuk ‘memanggil’ alamat IP computer Anda. Anda dapat memastikan konfiguras “/etc/resolve.conf” untuk merefleksikan alamat DNS server Anda dengan benar.

8. Hotplug
Hotplug adalah sebuah system pada distro yang sudah lama, yang mengijinkan Anda untuk plug-in device baru dan menggunakan denganc cepat. Jika Anda tahu bahwa system computer Anda tidak menggunakannya, maka Anda dapat menghapusnya, sehingga waktu booting labih cepat. Metode untuk mengahpusnya, tergantung dengan masing-masing distro.

9. Sistem “initng”
Sistem initng akan menjalanka penggantian dari system SysVinit, dan dapat mengurangi waktu booting di Unix. Jika Anda ingin melihat aksi sistem initng, maka Anda dapat menggunakan Pingwinek LiveCD.

10. Hack Debian
Jika Anda menggunakan Debian, maka ada beberapa hack simple yang dapat digunakan untuk switch script startup system agar dapat berjalan di pararel. Jika Anda mengetik “etc/init.d/rc script” dalam menu “command”, maka ANda akan melihat tulisan "ncy=none' around line 24". Anda dapat mengubahnya menjadi “oncurrency=shell”, dan Anda telah mengurangi waktu booting system.

Rabu, 03 Desember 2008

Memang ada banyak sekali alasan untuk suatu pihak memasang hotspot pada lokal area bisnisnya. Sebut saja kampus, karena institusi pendidikan ini mempunyai tujuan paling ‘mulia’ dalam pemasangan hotspot. Tujuan utama suatu kampus dalam menyediakan layanan hotspot tentu saja untuk memperluas akses civitas akademikanya terhadap informasi global melalui Internet, disamping mungkin juga mengembangkan komunitas e-learning yang mereka miliki. Walaupun tidak bisa dipungkiri juga terselip aspek bisnis dalam motivasinya. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sejauh mana ketepatan layanan ini mencapai sasarannya? Benarkah dalam sebuah kampus, era Internet kabel sudah harus digantikan oleh hotspot. Ataukah hanya sekedar sebagai strategi bisnis dalam persaingan dunia pendidikan yang kian ketat?

Seperti yang kita tahu, sejak banyaknya kampus menyediakan layanan hotspot, memang kampus tersebut berhasil menjadi 'rumah kedua' bagi sebagian mahasiswa. Namun sebenarnya untuk alasan apakah mereka betah berlama-lama tinggal di kampus dengan laptop atau PDA-nya, mungkin harus dikaji lebih dalam. Yang jelas tidak sepenuhnya motivasi mereka untuk 'tinggal di kampus' terkait dengan tugas kampus yang harus dikerjakannya. Banyak diantaranya yang memanfaatkannya sekedar karena 'gratis'. Karena seperti yang diketahui bersama, biaya komunikasi di Indonesia, termasuk untuk koneksi Internet, masih relatif mahal jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Itulah mengapa para mahasiswa ini lebih memilih 'gratis' di kampus, daripada 'bayar' di luar. Tentu saja semua itu sangat rasional.

Pastinya sebuah kampus sudah mempertimbangkan kemungkinan seperti tersebut di atas, sebelum mereka memutuskan untuk memasang hotspot. Jika sudah dapat menduga, mengapa juga mereka tetap memasangnya? Tak lain adalah karena pertimbangan aspek bisnis, karena seperti yang kita tahu, dunia pendidikan pun saat ini merupakan lahan bisnis yang potensial. Untuk dapat bersaing menjadi sebuah perguruan tinggi papan atas, tentunya tak semata kualitas pendidikan yang harus diperhatikan. Aspek fasilitas kampus merupakan salah satu faktor penentu layak tidaknya sebuah perguruan tinggi disebut 'bergengsi'. Bayangkan jika sebuah perguruan tinggi ternama sekelas UGM atau UI tidak mempunyai hotspot. Apa kata dunia? Itulah mengapa saat ini banyak kampus berlomba memperbaiki infrastrukturnya, termasuk infrastruktur IT-nya.

Lalu bagaimana dengan pemasangan hotspot pada suatu pusat keramaian? Seperti yang banyak kita lihat saat ini, banyak ruang publik yang menyediakan fasilitas hotspot. Untuk yang satu ini, alasannya sangat mudah ditebak, tak lain dan tak bukan adalah aspek bisnis semata. Ya, sebuah ruang publik yang menyediakan hotspot pastilah akan menarik bagi para surfer untuk mendatanginya, dan para surfer ini biasanya berasal dari ekonomi menengah ke atas. Ini merupakan suatu nilai tambah bagi proses marketing suatu pusat keramaian. Entah itu hotspot yang bersifat free hingga hotspot yang berbayar sekalipun kenyataannya tetap merupakan hal yang menarik, apalagi untuk kalangan muda di kota-kota besar, yang didominasi oleh pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru daerah. Tentu saja mereka merupakan target market yang potensial. Hitung saja sudah berapa pusat perbelanjaan maupun hiburan di sekitar kita yang memasang fasilitas ini, mulai dari Mall hingga kafe-kafe, semua berlomba memperlengkapi diri dengan fasilitas ini. Tak lain hanyalah untuk menarik pengunjung sebanyak mungkin untuk memperlancar bisnis mereka masing-masing.

Jadi sebenarnya hal terpenting dari fenomena maraknya pemasangan hotspot saat ini adalah bukan untuk apa mereka memasangnya, namun bagaimana kita memanfaatkannya. Orang yang memakai layanan tersebut hanya untuk sekedar mengetahui gossip artis dan film terkini tentunya tidak akan mendapat manfaat yang sama dengan orang yang memakainya untuk bekerja melihat harga saham di pasaran terkait dengan berita terbaru kebijakan pemerintah. Begitu juga dengan mahasiswa, walaupun sama-sama mendapat akses gratis di kampus, tergantung dengan bagaimana mereka akan memanfaatkannya.